Rabu, 06 Oktober 2010

DAGING

Oleh : Muhammad Rohman

Daging adalah sekumpulan otot yang melekat pada kerangka. Istilah daging dibedakan dengan karkas. Daging adalah bagian yang sudah tidak mengandung tulang, sedangkan karkas berupa daging yang belum dipisahkan dari tulang atau kerangkanya.. Daging juga dapat didefinisikan sebagai otot tubuh hewan atau manusia termasuk tenunan pengikatnya (Hidayat Syarif dan Adiati S. Dradjat, 1977).


A. DAGING BERDASARKAN FISIK ( MORFOLOGI )
Daging terdi
ri dari tiga komponen utama yaitu : Jaringan otot (muscle tissue), Jaringan lemak (adipose tissue), dan Jaringan ikat (connective tissue).











Struktur Daging dan Penampang Otot Daging


Serat Otot Daging Di Bagi Menjadi Tiga :

1. Endomisium adalah tenunan pengikat yang mengikat setiap serat-serat otot daging.
2. Perimisium adalah tenunan pengikat yang mengikat gabungan atau bundel beberapa serat
otot
3. Epimisium adalah tenunan pengikat yang menyelimuti seluruh bundel serat-serat otot
membentuk olahan daging
.

Bagian-bagian dari serat otot daging secara detail dapat dilihat dibawah mikroskop. Serat-serat otot daging terlihat berupa kumpulan serat-serat kecil panjang dengan garis tengah antara 2-3 mikron yang tersusun sejajar. Serat-ser
at tersebut dinamakan miofibril. Diseluruh bagian serat-serat miofibril terdapat kandungan bahan yang disebut sarkoplasma. Seluruh serat-serat miofibril dibungkus oleh selaput tipis yang disebut sarkolema. Setiap kelompok serat miofibril yang terbungkus sarkolema, satu sama lain diikat dengan tenunan pengikat endomisium.

Berdasarkan keadaan fisik, dagin
g dapat dikelompokkan menjadi, daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan, daging segar yang dilayukan kemudian didinginkan (daging dingin), daging segar yang dilayukan, didinginkan, kemudian dibekukan (daging beku), daging masak, daging asap, daging olahan.

Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah
pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging adalah, genetic, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan dan bahan aditif (hormon, antibiotik, dan mineral), keadaan stres. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging adalah metode pelayuan, metode pemasakan, tingkat keasaman (pH) daging, bahan tambahan (termasuk enzim pengempuk daging), lemak intramuskular (marbling), metode penyimpanan dan pengawetan, macam otot daging, serta lokasi otot.



Penampang Serat Otot Daging

Warna dan Tekstur Daging
Warna daging sap
i yang baru diiris berwarna merah ungu gelap. Warna tersebut berubah menjadi terang (merah ceri) bila daging dibiarkan terkena oksigen. Perubahan warna merah ungu menjadi terang tersebut bersifat reversible (dapat balik). Namun, bila daging tersebut terlalu lama terkena oksigen, warna merah terang akan berubah menjadi cokelat. Mioglobin merupakan pigmen berwarna merah keunguan yang menentukan warna daging segar. Mioglobin dapat mengalami perubahan bentuk akibat berbagai reaksi kimia.

Bila terkena udara, pigmen mioglobin
akan teroksidasi menjadi oksimioglobin yang menghasilkan warna merah terang. Oksidasi lebih lanjut dari oksimioglobin akan menghasilkan pigmen metmioglobin yang berwarna cokelat. Timbulnya warna cokelat menandakan bahwa daging telah terlalu lama terkena udara bebas, sehingga menjadi rusak.

Warna daging anak sapi lebih terang daripada warna daging sapi dewa
sa, serta tulang-tulangnya lebih berwarna merah muda. Warna daging kambing lebih gelap (merah tua) daripada warna daging sapi, sedangkan warna daging babi adalah merah mawar. Selain warna, kesegaran daging juga dapat dinilai dari penampakannya yang mengkilap dan tidak pucat, tidak berbau asam atau busuk, daging elastis atau sedikit kaku (tidak lembek). Jika dipegang, masih terasa kebasahannya, tetapi tidak lengket di tangan.

Penampang Mioglobin


B. DAGING BERDASARKAN SIF
AT FISIOLOGIS
Daging yang sudah dipotong akan men
galami tahapan-tahapan sifat fisiologisnya. Tahapan-tahapannya yaitu fase prerigor (daging lentur), fase rigor mortis (daging kaku/keras), dan fase post rigor (daging lunak).

Fase Prerigor

Setelah hewan mati, metabolis
me yang terjadi tidak lagi sabagai metabolisme aerobik tapi menjadi metabolisme anaerobik karena tidak terjadi lagi sirkulasi darah ke jaringan otot. Pada kondisi ini menyebabkan terbentuknya asam laktat yang semakin lama semakin menumpuk. Akibatnya pH jaringan otot menjadi turun. Penurunan pH terjadi perlahan-lahan dari keadaan normal (7,2-7,4) hingga mencapai pH akhir sekitar 3,5-5,5. Sementara jumlah ATP dalam jaringan daging masih relatif konstan sehingga pada tahap ini tekstur daging lentur dan lunak.

Jika ditinjau dari kelarutan protein daging pada larutan garam, daging pada fase pre rigor ini mempunyai kualitas yang lebih baik dibandingkan daging pada fase post rigor. Hal ini disebabkan daging pada fase prerigor ini ha
mpir 50% protein-protein daging yang larut dalam larutan garam (protein miofibril), dapat diekstraksi keluar dari jaringan. Karakteristik ini sangat baik apabila daging pada fase ini digunakan untuk pembuatan produk-produk yang membutuhkan sistem emulsi pada tahap proses pembuatannya. Mengingat pada sistem emulsi dibutuhkan kualitas dan jumlah protein yang baik untuk berperan sebagai emulsifier.

Rigor Mortis
Pada tahap ini, terjadi peruba
han tekstur pada daging dimana jaringan otot menjadi keras, kaku, dan tidak mudah digerakkan. Rigor mortis juga sering disebut sebagai kejang bangkai. Kondisi daging pada fase ini perlu diketahui kaitannya dengan proses pengolahan. Daging pada fase ini jika dilakukan pengolahan akan menghasilkan daging olahan yang keras dan alot. Kekerasan daging selama rigor mortis disebabkan terjadinya perubahan struktur serat-serat protein. Protein dalam daging yaitu protein aktin dan miosin mengalami ”cross-linking”. Kekakuan yang terjadi juga dipicu terhentinya respirasi sehingga terjadi perubahan dalam struktur jaringan otot hewan, serta menurunnya jumlah adenosin triphosphat (ATP) dan kreatin phosphat sebagai penghasil energi (Tien R. Muchtadi dan Sugiyono, 1992).

Jika penurunan konsentrasi ATP dalam jaringan daging mencapai 1 mikro mol/gram dan pH mencapai 5,9 maka kondisi tersebut sudah dapat menyebabkan penurunan kelenturan otot. Pada tingkat ATP dibawah 1 mikro mol/gram, energi yang dihasilkan tidak mampu mempertahankan fungsi retikulum sarkoplas
ma sebagai pompa kalsium, yaitu menjaga konsentrasi ion Ca disekitar miofilamen serendah mungkin. Akibatnya terjadi pembebasan ion-ion Ca yang kemudian berikatan dengan protein troponin. Kondisi ini menyebabkan terjadinya ikatan elektrostatik antara filamen aktin dan miosin (aktomiosin).

Proses ini ditandai dengan terjadinya pengekerutan atau kontraksi serabut otot yang tidak dapat balik (irreversible). Pen
urunan kelenturan otot terus berlangsung seiring dengan semakin sedikitnya jumlah ATP. Bila konsentrasi ATP lebih kecil dari 0,1 mikro mol/gram, terjadi proses rigor mortis sempurna. Daging menjadi keras dan kaku.

Post Rigor

Fase post rigor atau pasca rigor. Melunaknya kembali tekstur daging bukan diakibatkan oleh pemecahan ikatan aktin da
n miosin, akan tetapi akibat penurunan pH. Pada kondisi pH yang rendah (turun) enzim katepsin akan aktif mendesintegrasi garis-garis gelap Z pada miofilamen, menghilangkan daya adhesi antara serabut-serabut otot. Enzim katepsin yang bersifat proteolitik, juga melonggarkan struktur protein serat otot.

C. KANDUNGAN GIZI DAGING

Kandungan daging terdiri dari air 50-70% air, protein 15-20%, lemak 15-25% (kecuali lemak babi 45%), berb
agai macam vitamin dan mineral. Protein daging lebih mudah dicerna dibandingkan dengan yang bersumber dari bahan pangan nabati. Nilai protein daging yang tinggi disebabkan oleh kandungan asam amino esensialnya yang lengkap dan seimbang. Protein daging dapat dikelompokan menjadi 3 yaitu : Protein sarkoplasma/protoplasma, protein serabut otot/myofibril, dan (kolagen,elastin, retikulum).
1. Protein Sarkoplasma

• Larut dalam air

• Daya geling dan pembentukan struktur renda
h
• WHC rendah

• Emulsion capability rendah

2. Protein Miofibril : aktin, myosin, dan sejumlah kecil troponin, tropomiosin, dan aktinin
• Tidak larut air, tetapi larut dalam larutan garam

• Suhu rendah larut (sol), suhu tinggi membentuk gel

• WHC tinggi

• Emulsion Capability tinggi

3. Kolagen, elastin, dan retikulum

• Larut pada suhu tinggi

• Larut asam

• Daya g
eling tinggi

Selain kaya protein, daging juga mengandung energi sebesar 250 kkal/100 g. Jumlah energi dalam daging ditentukan oleh kandungan lemak intraselular di dalam serabut-serabut otot, yang disebut lemak marbling. Kadar lemak pada daging berkisar antara 5-40 persen, tergantung pada jenis dan spesies, makanan, dan umur ternak.

Daging juga mengandung kolesterol, walaupun dalam jumlah yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan bagian jeroan maupun
otak. Kadar kolesterol daging sekitar 500 miligram/100 gram lebih rendah daripada kolesterol otak (1.800-2.000 mg/100 g) atau kolesterol kuning telur (1.500 mg/100 g).

Daging juga merupakan sumber vitamin dan mineral yang sangat baik. Secara umum, daging merupakan sumber mineral kalsium, fosfor, dan zat besi, serta vitamin B kompleks (niasin, riboflavin dan tiamin), tetapi rendah kadar vitamin C. Hati yang lebih dikenal sebagai jeroan, mengandung kadar vitamin A dan zat besi yang sangat tinggi.

Zat besi sangat untuk pembentukan hemoglobin darah, yang
berguna untuk mencegah timbulnya anemia. Anemia akan menimbulkan dampak buruk, seperti lesu, letih, lelah, tak bergairah, dan tidak mampu berkonsentrasi.

Tabel Kandungan Gizi Daging

Re
ferensi :
- Danik Dania Asd, Pengetahuan Bahan Hasil Pertanian (Daging)
- Joko Hermanianto, Teknologi Pengolahan Pangan Daging
- Made Astawan, Mengapa Kita Perlu Makan Daging?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar