Sabtu, 16 Oktober 2010

MENENTUKAN STATUS MAKANAN HALAL ATAU HARAM?

Oleh : Muhammad Rohman

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. (QS. Al-Baqoroh :168).

Ketika kita ingin menganalisis apakah suatu makanan itu halal atau haram, maka kita harus mengetahui terlebih dahulu patokan suatu makanan itu halal atau haram. Tentu patokannya adalah Al-Qur’an dan Hadits, bukan ilmu pengetahuan (ilmiah) dan akal manusia, itu hanyalah sebagai pelengkap. Apa ayat Al-Qur’an atau Hadits yang menjadi patokan?
1. QS. Al-Maidah : 3

2. QS. Al-Maidah : 90

3. Bangkai, y
aitu hewan berkaki empat atau dua (al-an'am) yang matinya tidak disembelih secara syar'i.
4. Hewan yang diharamkan untuk membunuhnya (Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang membunuh empat macam binatang yaitu: semut, lebah, burung hud-hud, dan burung shurad (Sejenis burung pipit). Riwayat Ahmad dan Abu Dawud. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban).
5. Hewan yang diperintahkan untuk membunuhnya. (Cari di Internet)
6. Hewan yang bercakar dan berkuku, di mana cakar dan kukunya digunakan untuk memangsa buruannya.

7. Al-Jallaalah, yaitu hewan yang makanan pokoknya benda najis dan kotoran
8. Hewan yang hidup di dua alam (ini pun masih khilafiyah)
9. Hewan Yang Menjijikkan
Pada dasarnya, keharaman makanan itu bisa terjadi karena dua hal. Pertama, haram karena zatnya yang memang haram. Kedua, haram bukan karena zatnya, tetapi karena unsur-unsur luar.

HARAM KARENA ZAT

Sesuatu yang apabila dimakan menjadi haram karena zat. contohnya yaitu daging babi, darah, bankai, serta hewan yang disembelih dan ditujukan untuk persembahan selain Allah. Sebagaimana firman Allah SWT :

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala...(QS Al-Maidah: 3)

Ada beberap makanan yang termasuk dalam kategori ini yaitu makanan yang zatnya halal, tetapi karena mengalami proses tertentu akibatnya makanan itu berubah menjadi haram. Contohnya adalah buah anggur. Wujudnya semula adalah makanan halal, namun ketika mengalami fermentasi atau peragian, lama kelamaan zatnya akan berubah menjadi khamar yang memabukkan. Ketika sudah menjadi khamar, maka hukumnya haram.

Contoh lainnya adalah hewan ternak yang halal dimakan seperti kambing, sapi atau ayam. Hukumnya bisa berubah menjadi haram ketika tidak disembelih dengan prosedur penyembelihan yang memenuhi aturan syariah. Misalnya dengan cara dipukul, dibanting, dicekik, ditanduk atau diterkam binatang buas. Semuanya dalam kasus tidak sempat untuk disembelih. Hukumnya berubah dari halal menjadi haram.

HARAM KARENA HUKUM

Selain zatnya yang haram, makanan bisa juga menjadi haram meski secara zatnya tidak haram. Tetapi karena ada suatu kejadian atau kondisi tertentu. Yaitu makanan halal yang dibeli dengan menggunakann uang yang haram. Misalnya makan harta anak yatim secara zhalim dan di luar batas kewajaran. Meski jenis makanannya halal, namun hukum memakannya haram, karena bersumber dari harta yang haram.


Semua makanan yang asalnya halal, tapi bila dibeli dengan menggunakan uang yang haram, maka hukumnya ikut menjadi haram. Terutama berlaku buat pelakunya langsung atau pun orang lain yang tahu persis asal usulnya.
Sedangkan hukum haram ini tidak berlaku buat orang lain yang tidak tahu menahu asal usulnya. Seperti makan pemberian seseorang yang kita tidak kenal, ternyata dia adalah seorang koruptor yang memberi subangan. Dalam kasus seperti ini, kita pun tidak bisa langsung main vonis bahwa semua harta yang dimiliki oleh seorang koruptor itu pasti haram. Yang haram hanya yang hasil korupsi, sedangkan yang bukan hasil korupsi, tentu tidak haram. Dalam hal ini yang lebih tetap hukumnya adalah syubhat, yaitu di luar hukum halal dan haram, tetapi ada di antara keduanya.

Referensi : Ahmad Sarwat LC. Fiqih Kuliner
.














1 komentar:

  1. thank infonya sangat membantu, silahkan kunjungi balik web kami http://bit.ly/2P3pNWu

    BalasHapus